Konsekuensi Mobilitas Sosial
Konsekuensi Mobilitas Sosial
Konsekuensi mobilitas sosial. Mobilitas sosial yang dilakukan oleh masyarakat, baik vertikal maupun horizontal sanggup menunjukkan konsekuensi-konsekuensi, baik positif maupun negatif terhadap kehidupan sosial. Di samping itu juga menunjukkan konsekuensi, baik bagi orang yang mengalami mobilitas itu sendiri maupun bagi seluruh anggota masyarakat.
a. Konsekuensi Positif Mobilitas Sosial
Ada beberapa konsekuensi positif yang muncul sebagai akhir adanya mobilitas sosial dalam masyarakat, di antaranya ialah sebagai berikut.
1) Individu atau kelompok akan berusaha untuk mewujudkan harapan atau cita-citanya. Hal ini lantaran adanya kesempatan terbuka untuk pindah dari lapisan bawah ke lapisan atas.
2) Tidak tertutup kemungkinan bagi warga kelas sosial tertentu akan lebih maju daripada warga kelas sosial di atasnya.
3) Individu atau kelompok sanggup mencicipi kepuasan apabila sanggup mencapai kedudukan yang diinginkannya atau sanggup meningkatkan kedudukan sosialnya dalam masyarakat.
4) Memberikan dorongan atau rangsangan kepada warga masyarakat, individu, maupun kelompok untuk bekerja perubahan sosial akan lambat terjadi.
5) Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Mobilitas sosial mendorong masyarakat untuk mengalami perubahan sosial ke arah yang diinginkan. Sebaliknya, kalau masyarakat statis dan tidak banyak bergerak, maka perubahan sosial akan lambat terjadi.
b. Konsekuensi Negatif Mobilitas Sosial
Sementara itu, beberapa konsekuensi negatif yang seringkali muncul mengiringi mobilitas sosial, di antaranya ialah urbanisasi, munculnya tempat kumuh, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, dan konflik.
1) Urbanisasi sebagai konsekuensi negatif mobilitas sosial
Kamu tentu tidak aneh lagi mendengar istilah urbanisasi. Apakah urbanisasi itu? Mengapa terjadi urbanisasi? Terjadinya urbanisasi sanggup disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari pedesaan atau daerah asal maupun dari kota atau daerah tujuan. Faktor dari pedesaan disebut faktor pendorong, sedangkan faktor dari perkotaan disebut dengan faktor penarik. Secara umum, kita tahu bahwa yang dimaksud dengan urbanisasi ialah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Namun demikian, sesungguhnya pengertian urbanisasi itu mengandung arti bermacam-macam, antara lain menyerupai dikemukakan Schoorberikut ini.
a) Arus pindah ke kota.
b) Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja nonagraris di sektor industri dan sektor tekstil.
c) Tumbuhnya pemukiman menjadi kota.
d) Meluasnya dampak kota di daerah pedesaan yang memengaruhi segi ekonomi, sosial budaya, dan psikologi.
Dari pengertian tersebut, kita sanggup menyimpulkan bahwa hal yang penting dari urbanisasi ialah sebagai berikut.
a) Urbanisasi merupakan proses perkotaan dalam bentuk fisik dan nonfisik.
(1) Nonfisik, yaitu perubahan gaya hidup dan sikap yang berciri ketaatan.
(2) Fisik, yaitu perkembangan wilayah atau fisik kota, di mana banyak didirikan bangunan atau gedung-gedung bertingkat.
b) Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan.
Urbanisasi atau mengalirnya penduduk dari daerah pedesaan ke perkotaan disebabkan adanya perbedaan tingkat kehidupan antara kedua daerah tersebut, di mana terjadi perbedaan dalam tingkat sosial, ekonomi, dan politik.
Ada beberapa faktor yang mengakibatkan anggota masyarakat melaksanakan urbanisasi. Faktor-faktor tersebut digolongkan sebagai faktor pendorong dan faktor penarik urbanisasi.
a) Faktor Pendorong (Push Factor) Urbanisasi
Kondisi pedesaan yang mendorong anggota masyarakatnya melaksanakan urbanisasi antara lain sebagai berikut.
1) Lapangan pekerjaan di desa umumnya kurang atau terbatas. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia dan daya dukung desa tersebut.
2) Penduduk desa, terutama kaum muda merasa tertekan oleh watak istiadat yang ketat yang menjadikan cara hidup yang statis dan monoton. Pandangan ini berbeda dengan kaum tua, yang mempunyai keyakinan bahwa melaksanakan watak yang menjadi warisan leluhur merupakan kepuasan, kewajiban, dan kebutuhan.
3) Kesempatan untuk menambah pengetahuan di desa tidak banyak, sehingga mereka yang mempunyai keinginan besar lengan berkuasa untuk menimba ilmu pengetahuan terpaksa meninggalkan desanya menuju ke kota.
4) Di desa, sarana rekreasi sangat kurang.
5) Penduduk desa yang mempunyai keahlian selain bertani sangat sulit berbagi potensinya.
b) Faktor Penarik (Pull Factor) Urbanisasi
Kondisi atau keadaan perkotaan yang menarik masyarakat desa melaksanakan urbanisasi antara lain sebagai berikut.
1) Penduduk desa umumnya beranggapan bahwa di kota banyak pekerjaan, sehingga mereka sanggup menambah penghasilan atau dengan kata lain di kota mereka akan sanggup meningkatkan taraf hidupnya.
2) Kota lebih banyak menunjukkan kesempatan yang memungkinkan mereka mendirikan perusahaan, industri, atau usaha-usaha lainnya.
3) Berbagai kursus atau pendidikan banyak terdapat di kota.
4) Kota dianggap sebagai tempat yang sempurna untuk berbagi diri, sehingga bidang perjuangan yang dijalankan sanggup berkembang dengan cepat.
5) Kelebihan modal di kota lebih banyak daripada di desa.
2) Munculnya Kawasan Kumuh (Slum Area) sebagai konsekuensi negatif mobilitas sosial
Sebagai akhir dari urbanisasi, penduduk desa yang berstatus sebagai urban atau pendatang, tidak sedikit yang mendirikan pemukiman kumuh sebagai rumah mereka di tempat-tempat yang tidak layak huni, menyerupai di pinggir rel kereta api, bantaran sungai, di sekitar tempat pembuangan sampah akhir, atau di kolong-kolong jembatan. Hal ini menjadi beban kota yang cukup pelik, lantaran biasanya orang-orang yang tinggal di wilayah ini menganggap bahwa pemukiman mereka ini permanen dan milik mereka, padahal mereka dianggap sebagai penduduk yang ilegal, baik itu secara administratif maupun secara kepemilikan tanah.
3) Banyaknya pengangguran sebagai konsekuensi negatif mobilitas sosial
Pengangguran muncul sebagai akhir tidak seimbangnya jumlah pencari kerja dengan lapangan kerja yang tersedia. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan sangat sedikit, sedangkan orang yang membutuhkan kerja cukup banyak. Meskipun telah terjadi mobilitas sosial yang bersifat vertikal, tidak akan menjamin seorang sarjana sanggup eksklusif bekerja sesuai dengan kualifikasi ijazah yang dimilikinya.
Di masyarakat, kita mengenal dua bentuk pengangguran, yaitu pengangguran tersamar dan pengangguran sesungguhnya.
a) Pengangguran tersamar (disguissed unemployment) ialah pekerja yang tidak bekerja sepenuhnya, sehingga menghasilkan produktivitas rendah. Orang yang ada dalam golongan ini sesungguhnya mempunyai pekerjaan umum, namun dengan pekerjaan yang ia miliki tersebut tidak dijalankan dengan efektif sehingga produktivitasnya menjadi rendah.
b) Pengangguran yang sesungguhnya ialah pengangguran yang terjadi lantaran usia lanjut atau tidak bisa lagi bekerja, tidak mempunyai pekerjaan yang sesuai dengan kecakapannya, atau tidak bekerja sama sekali lantaran pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan pendidikan yang dimilikinya, dan sebagainya.
Orang yang ada dalam golongan ini benar-benar tidak mempunyai pekerjaan atau sudah tidak bisa lagi bekerja lantaran usia atau kondisi kesehatan. Contohnya pensiunan pegawai, orang yang mempunyai penyakit menahun, dan tidak adanya peluang kerja yang bisa menampung angkatan kerja.
Di Indonesia, pengangguran merupakan problem nasional, yang dari tahun ke tahun jumlahnya selalu bertambah. Hal ini disebabkan lapangan kerja yang tersedia tidak bisa menampung para pencari kerja yang jumlahnya sangat banyak. Pengangguran terbanyak terjadi di Pulau Jawa, lantaran pulau itu yang paling padat penduduknya.
4) Kemiskinan sebagai konsekuensi negatif mobilitas sosial
Kemiskinan merupakan permasalahan dasar dan menjadi kenyataan pahit dalam masyarakat. Kemiskinan dipandang sebagai penggalan dari keseluruhan proses ekonomi dan teknologi yang sangat memengaruhi relasi antarmanusia. Bagi hampir semua insan di dunia ini, kemiskinan merupakan keadaan yang paling jelek dan sangat ditakuti oleh semua orang. Banyak jalan yang mereka tempuh untuk keluar dari kemiskinan. Kemiskinan masih akan menjadi lebih jelek lagi apabila dipandang sebagai kumpulan dari rendahnya ekonomi dan buruknya nilai moral.
Miskin di sini dihubungkan dengan kehidupan ekonomi yaitu pendapatan perorangan atau pendapatan masyarakat dalam tingkatan rendah Ukuran kemiskinan yang terdapat di negara berkembang ialah taraf kehidupan yang tidak normal berdasarkan sasaran kesejahteraan suatu negara berdasarkan ketentuan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Adapun standar yang dipakai PBB untuk meng-klasifikasikan suatu negara termasuk dalam negara miskin antara lain sebagai berikut.
a) Pendapatan atau penghasilan penduduk rendah.
b) Perumahan yang tidak memadai.
c) Mata pencaharian agraris dengan memakai teknologi tradisional.
d) Kesehatan penduduk yang rendah.
e) Angka final hidup yang tinggi.
f) Pendidikan yang rendah.
5) Perilaku kriminal (kriminalitas) sebagai konsekuensi negatif mobilitas sosial
Bentuk dari kompensasi orang-orang yang telah sibuk mencari pekerjaan sedangkan lapangan kerja yang ditawarkan tidak sesuai dengan keinginan para pencari kerja, atau lantaran dorongan ekonomi yang sangat mendesak menjadikan lahirnya sikap kriminal yang ketika ini semakin kompleks dan dengan modus operandi yang semakin bertambah variasinya. Beberapa teladan sikap kriminal yang ada di masyarakat ialah pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, penodongan, perampokan, dan penganiayaan.
Kriminalitas berdasarkan aspek sosial ialah seseorang yang mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri, atau berbuat menyimpang dari norma-norma yang berlaku dengan sadar, sehingga perbuatannya tidak sanggup dibenarkan oleh masyarakat yang bersangkutan. Sumber kejahatan bukan hanya berasal dari dalam insan itu sendiri, melainkan juga lantaran tekanan dari luar, serta adanya kesempatan untuk melaksanakan perbuatan tersebut. Oleh lantaran itu, kita mengalami kesulitan untuk menggali akar-akar yang melahirkan kejahatan tersebut.
Namun demikian, kita sanggup mengira adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya kejahatan, yaitu sebagai berikut.
a) Pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
b) Sifat serakah insan untuk mempunyai barang-barang atau memenuhi kebutuhan akan benda-benda yang terkesan mewah.
c) Pengaruh dari lingkungan fisik atau sosial.
d) Keadaan yang serba kurang akan kebutuhan hidup.
e) Pengaruh dari luar individu, baik berupa ajakan, tekanan, atau ancaman.
f) Lemahnya ikatan-ikatan moral dan keagamaan.
g) Terjadinya mobilitas sosial yang ada dalam masyarakat.
h) Pengangguran.
i) Adanya ketimpangan-ketimpangan sosial.
j) Gangguan psikologis dari pelaku kejahatan atau kriminal.
6) Terjadi Konflik atau Benturan antara Berbagai Nilai dan Kepentingan Tertentu
Adanya persaingan yang ketat dalam mobilitas sosial memungkinkan terjadinya sebuah kontradiksi di antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Hal itu lantaran sumber daya alam yang tersedia sangat terbatas dan tidak sanggup menampung semua sumber daya insan yang ada, sehingga tidak jarang untuk memperebutkan satu kedudukan tertentu, orang akan memakai kekerasan untuk mendapatkannya.
Demikian artikel kami perihal konsekuensi mobilitas sosial yang terdiri dari konsekuensi positif dan negatif. Semoga gosip dari kami terkait konsekuensi mobilitas sosial yang terdiri dari konsekuensi positif dan negatif bermanfaat.
0 Response to "Konsekuensi Mobilitas Sosial"
Post a Comment