Sejarah Perkembangan Kurikulum Di Indonesia
Sejarah Perkembangan Kurikulum Indonesia
Dalam perjalanan Indonesia, kurikulum di Indonesia sanggup di bagi menjadi dua bagian, yaitu kurikulum sebelum Indonesia merdeka dan kurikulum sesudah Indonesia merdeka.. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat planning pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perbedaanya pada aksentuasi pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
1. Pendidikan Sebelum Masa Kolonialisme
Pada dikala zaman hindu budha, pendidikan hanya dinikmati oleh kelas Brahmana, yang merupakan kelas teratas dalam kasta Hindu. Mereka umumnya berguru teologi, sastra, bahasa, ilmu pasti, dan ilmu seni bangunan. Sejarah mencatat, kerajaan-kerajaan Hindu mirip Kalingga, Kediri, Singosari, dan Majapahit, melahirkan para empu, punjangga, karya sastra, dan seni yang hebat.
Padepokan yaitu model pendidikan zaman hindu yang dikelola oleh seorang guru/bengawan dan murid/cantrik mempelajari ilmu bersifat umum, religius, dan juga kesaktian. Murid di Padepokan bisa keluar masuk bila merasa cukup atau tidak puas dengan pengajaran guru.
Pada zaman penyebaran Islam, pola pendidikan bernapaskan islam menyebar dan mewarnai penyelenggaraan pendidikan. Pusat-pusat pendidikan tesebar di langgar, surau, meunasah (madrasah), masjid, dan pesantren. Pesantren yaitu forum pendidikan formal tertua di Indonesia. Pesantren diajar oleh seorang kyai, dan santri/murid tinggal di pondok/asrama di sekitar pesantren. Jumlah pondok pesantren cukup banyak tersebar di Jawa, Aceh, dan sumatera selatan. Sampai dikala ini pondok pesantran masih eksis, berdasarkan data DEPAG pada tahun 2005-2006 jumlah pesantren yang asa di 33 propinsi di Indonesia yaitu 16.015 buah, dengan jumlah santri sebanyak 3.190.394 orang, dengan proposi pria 53,2% dan wanita 46,8%. Bagaimana perkembangan pendidikan islam dari sebelum merdeka hingga kini, bisa dibaca dihalaman madrasah pada blog ini.
2. Pendidikan Masa Kolonialisme
Pada masa penjajahan Portugis didirikan sekolah-sekolah misionaris. Portugis mendirikan sekolah seminari di Ambon, Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara Timur. Belanda pada awal kedatangannya pun melaksanakan hal yang sama dengan Portugis. Pendidikan banyak ditangani oleh kalangan gereja kristen dengan bendera Nederlands Zendelingen Gennootschap (NZG). Pasca politik etis, Belanda mengucurkan dana pendidikan yang banyak dan bertambah setiap tahunnya, tetapi tujuannya untuk melestrarikan penjajahan di Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran yang berkembang dikala itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda. Sistem pendidikan Belanda diatur dengan mekanisme yang ketat dari mulai hukum siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural mirip ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman kolinial yaitu sebagai berikut (Sanjaya, 2007:207):
a. Persekolahan bawah umur pribumi untuk golongan non priyayi memakai pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat aristokrat bisa memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School (AMS) selama 3 tahun.
b. Untuk orang timur absurd disediakan sekolah mirip Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina, Hollandch Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS sanggup melanjutkan ke Mulo.
c. Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah hingga perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
Pemerintah kolonial bergotong-royong tidak berniat mendirikan universitas tetapi hasilnya mereka mendirikan universitas untuk kebutuhan mereka sendiri mirip Rechts Hogeschool (RH) dan Geneeskundige Hogeschool di Jakarta. Di Bandung, pemerintah kolonial mendirikan Technische Hogeschool (TH). Kebanyakan dosen TH yaitu orang Belanda. Menurut Soenarta (2005) kaum inlanders atau pribumi agak sulit untuk masuk ke sekolah-sekolah tinggi itu. Ketika almarhum Prof Roosseno lulus TH, jumlah lulusan yang bukan orang Belanda hanya tiga orang, yaitu Roosseno dan dua orang lagi vreemde oosterling alias keturunan Tionghoa. Bila demikian, lantas berapa orang yang lulus bersama almarhum Ir Soekarno (presiden pertama RI) dan Ir Putuhena? Di zaman pendudukan Jepang, pernah dicari 100 orang insinyur yang dibutuhkan. Padahal dikala itu belum ada 90 orang insinyur lulusan TH Bandung.
Agar tidak banyak bangsa Indonesia yang melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, maka biaya kuliah pun dibuat sangat besar. Menurut Soenarta (2005) biaya kuliah untuk satu tahun di salah satu sekolah tinggi itu besarnya fl (gulden) 300. Saat itu, harga satu kilogram (kg) beras sama dengan 0,025 gulden. Maka, besar uang kuliah sama dengan 12.000 kg beras. Bila ukuran dan perbandingan itu diterapkan sebagai biaya kuliah di universitas sekarang, sedangkan harga beras kini rata-rata Rp 3.000 per kg, maka untuk kuliah di universitas biayanya sebesar Rp 36 juta per mahasiswa per tahun. Biaya di MULO, setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama, yaitu sebesar 5,60 gulden per siswa per bulan, setara dengan 224 kg beras. Bila dihitung dengan harga beras sekarang, akan menjadi Rp 672.000 per siswa per bulan. Akibatnya banyak anak Indonesia yang lebih menentukan masuk Ambachtschool atau Technische School, lantaran biayanya agak murah sedikit. Berbekal keterampilan yang diperoleh di Ambachtschool atau Technische School, siswa bisa eksklusif bekerja sesudah lulus.
Kurikulum pendidikan Belanda dideisain untuk melestarikan penjajahan di Indonesia, maka pada kurikulum pun dikenalkan kebudayaan Belanda, juga penekan hanya pada menulis dengan rapi, membaca, dan berhitung, yang keterampilan ini sangat bermanfaat untuk diperbantukan pada Pemerintah Belanda dengan honor yang sangat rendah. Anak-anak Indonesia pada zaman itu tidak diperkenalkan dengan budayanya sendiri dan potensi bangsanya.
Ketiga, sekolah yang dikembangkan tokoh pendidikan nasional mirip KH Ahmad Dahlan dan Ki Hajar Dewantara. K.H Achmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang memakai sistem pendidikan barat dengan menambanhkan pelajaran agama islam. Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa dengan membuat sistem pendidikan yang berakar pada budaya dan filosofi hidup Jawa, yang kemudian dianggap sebagai sistem pengajaran dan pendidikan nasional.
Pada masa Jepang, pendidikan diarahkan untuk menyediakan prajurit yang siap berperang di perang Asia Timur Raya. Peggolongan sekolah berdasarkan status soaial yang dibangun Belanda dihapuskan. Pendidikan hanya digolongkan pada pendidikan dasar 6 tahun, pendidikan menengah pertama, dan pendidikan menegah tinggi yang masing-masing tiga tahun, serta pendidikan tinggi. Sekolah Rendah diganti nama menjadi Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko), SMP (Shoto Chu Gakko), dan Sekolah Mengengah Tinggi (Koto Chu Gakko). Hampir semua pendidikan tinggi yang ada pada zaman Belanda ditutup, kecuali Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung.
Pada masa peralihan dari Jepang ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan, dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara. Lembaga ini melahirkan rumusan pertama sistem pendidikan nasional, yakni pendidikan bertujuan menekankan pada semangat dan jiwa patriotisme. Kemudian disusun punla pembaruan kurikulum pendidikan dan pengajaran. Kurikulum sekolah dasar lebih mengutamakan pendekatan filosofis-ideologis. Proses penyunsunan singkat dan tentu saja tanpa disertai data empiris. Penetapan isi kurikulum di masa permulaan kemerdekaan itu berdasarkan perkiraan belaka.
Setelah Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975), kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis kompetensi 2004 kurikulum tingkat satuan pemdidikan 2006 dan kurikulum 2013
1. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih terkenal menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, gres diterapkan pada tahun 1950. Oleh lantaran itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.
Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani.
Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun semenjak 1951 agama juga diajarkan semenjak kelas 1.
Garis-garis besar pengajaran pada dikala itu menekankan pada cara guru mengajar dab cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan banyak sekali perkakas sederhana 9pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan memeriksa banyak sekali insiden sehari-hari, contohnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik.
Pada perkembangannya, planning pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya terang sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibuat Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, mirip pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya semoga anak tak bisa sekolah ke jenjang SMP, bisa eksklusif bekerja.
Struktur aktivitas Sekolah Rakyat (SD) berdasarkan Rencana Pelajaran 1947 yaitu sebagai berikut:
No | Mata Pelajaran | Kelas | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | ||
1. | B. Indonesia | - | - | 8 | 8 | 8 | 8 |
2. | B. Daerah | 10 | 10 | 6 | 4 | 4 | 4 |
3. | Berhitung | 6 | 6 | 7 | 7 | 7 | 7 |
4. | Ilmu Alam | - | - | - | - | 1 | 1 |
5. | Ilmu Hayat | - | - | - | 2 | 2 | 2 |
6. | Ilmu Bumi | - | - | 1 | 1 | 2 | 2 |
7. | Sejarah | - | - | - | 1 | 2 | 2 |
8. | Menggambar | - | - | - | - | 2 | 2 |
9. | Menulis | 4 | 4 | 3 | 3 | - | - |
10. | Seni Suara | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 |
11. | Pekerjaan Tangan | 1 | 1 | 2 | 2 | 2 | 2 |
12. | Pekerjaan kepurtian | - | - | - | 1 | 2 | 2 |
13. | Gerak Badan | 3 | 3 | 3 | 3 | 3 | 3 |
14. | Kebersihan dan kesehatan | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 |
15. | Didikan kebijaksanaan pekerti | 1 | 1 | 2 | 2 | 2 | 3 |
16. | Pendidikan agama | - | - | - | 2 | 2 | 2 |
JUMLAH | 28 | 28 | 35 | 38 | 40 | 41 |
2. Kurikulum 1964
Pada simpulan abad kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang kemudian diubah menjadi Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada planning pendidikan 1964 yaitu konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak semoga bisa memikirkan sendiri pemecahan duduk kasus (problem solving). Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana lantaran lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada dikala itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang diadaptasi dengan perkembangan anak. Cara berguru dijalankan dengan metode disebut tolong-menolong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 yaitu alat untuk membentuk insan pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat mirip pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi aksara A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap memakai skor 10 – 100.
Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana). Struktur aktivitas berdasarkan kurikulum ini sanggup dilihat pada tabel di bawah ini:
No | Mata Pelajaran | Kelas | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | ||
I | Pengembangan Moral | ||||||
1. Pendidikan kemasyarakatan | 1 | 2 | 3 | 3 | 3 | 3 | |
2. Pendidikan agama/budi pekerti | 1 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | |
II | Perkembangan kecerdasan | ||||||
3. Bahasa Daerah | 9 | 8 | 5 | 3 | 3 | 3 | |
4. Bahasa Indonesia | - | - | 6 | 5 | 8 | 8 | |
5. Berhitung | 6 | 6 | 6 | 6 | 6 | 6 | |
6. Pengetahuan alamiah | 1 | 1 | 2 | 2 | 2 | 2 | |
III | Pengembangan emosional/artistik | ||||||
7. Pendidikan kesenian | 2 | 2 | 4 | 4 | 4 | 4 | |
IV | Pengembangan keprigelan | ||||||
8. Pendidikan keprigelan | 2 | 2 | 4 | 4 | 4 | 4 | |
V | Pengembangan jasmani | ||||||
9. Pendidikan jasmani/Kesehatan | 3 | 3 | 4 | 4 | 4 | 4 | |
Jumlah | 25 | 26 | 36 | 36 | 36 | 36 |
3. Pembaharuan Kurikulum 1968 Dan 1975
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 lahir dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan pendidikan pada kurikulum 1964 yang bertujuan membuat masyarakat sosialis Indonesia diberangus, pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk insan pancasila sejati.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: training pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada simpulan tahun 1960-an. Salah satunya yaitu teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini yaitu metode eja ketika pembelajaran membaca. Begitu juga pada mata pelajaran lain, “anak berguru melalui unsur-unsurnya dulu”. Struktur kurikulum 1968 sanggup dilihat pada tabel berikut ini:
No | Mata Pelajaran | Kelas | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | ||
I | Pembinaan Jiwa Pancasila | ||||||
1. Pendidikan agama | 2 | 2 | 3 | 4 | 4 | 4 | |
2. Pendidikan kewarganegaraan | 2 | 2 | 4 | 4 | 4 | 4 | |
3. Bahasa Indonesia | - | - | 6 | 6 | 6 | 6 | |
4. Bahasa Daerah | 8 | 8 | 2 | 2 | 2 | 2 | |
5. Pendidikan olahraga | 2 | 2 | 3 | 3 | 3 | 3 | |
II | Pengembangan pengetahuan dasar | ||||||
6. Berhitung | 7 | 7 | 7 | 6 | 6 | 6 | |
7. IPA | 2 | 2 | 4 | 4 | 4 | 4 | |
8. Pendidikan kesenian | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | |
9. Pendidikan kesejahteraan keluarga | 1 | 1 | 2 | 2 | 2 | 2 | |
III | Pembinaan kecakapan khusus | ||||||
10. Pendidikan kejuruan | 2 | 2 | 5 | 5 | 5 | 5 | |
Jumlah | 28 | 28 | 40 | 40 | 40 | 40 |
Kurikulum 1975
Dibandingkan kurikulum sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, kalau dilihat dari pedoman yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Pada kurikulum SD 7 unsur pokok yang disajikan dalam 3 buku. Tujuh unsur pokok tersebut yaitu dasar, tujun, dan prinsip; struktur aktivitas kurikulum; GBPP; sistem penyajian; sistem penilaian; sistem bimbingan dan penyuluhan; pedoman supervisi dan administrasi. Pembuatan buku pedoman, pada kurikulum selanjutnya tetap dipertahankan.
Pendekatan kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, semoga pendidikan lebih efektif dan efesien, yang mempengaruhinya yaitu konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective). Melalui kurikulum 1968 tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran yang terkandung pada kurikulum 1968 lebih dipertegas lagi. Metode, materi, dan tujuan pengajarannya tertuang secara gambalang dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI kemudian lahir satuan pelajaran, yaitu planning pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan bahsasb mempunyai unsur-unsur: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan berguru mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1975 didasari konsep SAS (Structural, analysis, sintesis). Anak menjadi pandai lantaran paham dan bisa menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di sekolah. Kurikulum 1975 juga dimaksudkan untuk menyerap perkembangan ilmu abad 1970-an. Selain memperkuat matematika, pelajaran teoritis IPA juga dipertajam. Jam pelajaran yang tadinya 41 jam per minggu, menjadi 43 jam. Pelajaran IPA menjadi adonan dari Ilmu Hayat dan Ilmu Alam. Sisi positif kurikulum ini adalah, “ilmu-ilmu dasar yang diserap siswa SD pada masa itu menjadi semakin berkembang”. Akan tetapi dampak dari kurikulum 1975 yaitu banyak guru menghabiskan waktunya untuk mengerjakan kiprah administrasi, mirip membuat TIU, TIK, dan lain-lain; sedangkan substansi materi uang akan diajarkan kurang didalami.
Struktur aktivitas pada kurikulum 1975 di sekolah dasar yaitu sebagai berikut:
No | Mata Pelajaran | Kelas | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | ||
1. | Pendidikan agama | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 |
2. | Pendidikan Moral Pancasila | 2 | 2 | 3 | 4 | 4 | 4 |
3. | B. Indonesia | 8 | 8 | 8 | 8 | 8 | 8 |
4. | IPS | - | - | 2 | 2 | 2 | 2 |
5. | Matematika | 6 | 6 | 6 | 6 | 6 | 6 |
6. | IPA | 2 | 2 | 3 | 4 | 4 | 4 |
7. | Olah raga dan kesehatan | 2 | 2 | 3 | 3 | 3 | 3 |
8. | Kesenian | 2 | 2 | 3 | 4 | 4 | 4 |
9. | Keterampilan khusus | 2 | 2 | 4 | 4 | 4 | 4 |
JUMLAH | 26 | 26 | 33 | 36 | 36 | 36 |
4. Kurikulum Keterampilan Proses
Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntukan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus bisa mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja. Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam, kurikulum 1974, meski mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap dianggap penting. Oleh lantaran itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi pecahan penting proses berguru mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
CBSA didasarkan pada disertasi Conny R. Semiawan, yang didasarkan pada pandangan Sikortsky, yang menelorkan Zone of Proximality Development. Teori yang menyampaikan bahwa setiap insan mempunyai potensi dan potensi itu sanggup teraktualisasi melalui ketuntasan berguru tertentu. Tetapi antara potensi dan aktualisasi terdapat tempat abu-abu (grey area), guru berkewajiban menimbulkan tempat abu-abu ini sanggup teraktualisasi. Caranya dengan berguru kelompok.
Dari sisi konten tidak banyak perubahan pada kurikulum ini, kecuali ditambahkannya pembelajaran PSPB. Struktur kurikulum pada tingkat sekolah dasar sanggup dilihat pada tabel berikut ini:
No | Mata Pelajaran | Kelas | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | ||
1. | Pendidikan agama | 2 | 2 | 2 | 2 | 3 | 3 |
2. | Pendidikan Moral Pancasila | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 |
3. | PSPB | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 |
4. | B. Indonesia | 8 | 8 | 8 | 8 | 8 | 8 |
5. | IPS | - | - | 2 | 3 | 2 | 2 |
6. | Matematika | 6 | 6 | 6 | 6 | 6 | 6 |
7. | IPA | 2 | 2 | 3 | 4 | 4 | 4 |
8. | Olah raga dan kesehatan | 2 | 2 | 3 | 3 | 3 | 3 |
9. | Kesenian | 2 | 2 | 3 | 4 | 4 | 4 |
10. | Keterampilan khusus | 2 | 2 | 4 | 4 | 4 | 4 |
11. | B. Daerah | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | |
JUMLAH | 26 | 26 | 33 | 36 | 36 | 36 |
Kurikulum 1994
Lahirnya UU No 2 tahun 1989 perihal pendidikan nasional, merupakan pemicu lahirnya kurikulum 1994. Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan membuatkan insan Indonesia seutuhnya, yaitu manisia beriman dan bertakwa kepada yang kuasa yang mahaesa, berbudi luhur, memeliki keterampilan dan pengetahuan, kessehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar dipatok menjadi sembilan tahun (SD dan SMP). Berdasarkan struktur kulikulum, kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan pendekatan proses. Pada kurikulum ini pun dimasukan muatan lokal, yang berfungsi membuatkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya. Pada kurikulum ini beban berguru siswa dinilai terlalu berat, lantaran ada muatan nasional dan lokal. Walaupun ada pelengkap 1999 seiring dengan tuntutan reformasi, namun perubahan tidak total. Struktur kurikulum 1994 yaitu sebagai berikut:
No | Mata Pelajaran | Kelas | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | ||
1. | Pendidikan agama | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 |
2. | Pendidikan Moral Pancasila | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 |
3. | B. Indonesia | 10 | 10 | 10 | 8 | 8 | 8 |
4. | IPS | - | - | 3 | 5 | 5 | 5 |
5. | Matematika | 10 | 10 | 10 | 8 | 8 | 8 |
6. | IPA | 3 | 6 | 6 | 6 | ||
7. | Olah raga dan kesehatan | 3 | 5 | 5 | 5 | ||
8. | Kerajinan tangan dan kesenian | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 |
9. | Muatan lokal | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 |
JUMLAH | 30 | 30 | 38 | 40 | 42 | 42 |
5. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum 2004
Kurikulum 2004 lebih terkenal dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 2 1999 perihal pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 perihal kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai tempat otonom, dam Tap MPR No IV/MPR/1999 perihal arah kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu penerima didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah mempunyai kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola sikap sehari-hari.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan membuatkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya. Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik sesudah lulus), kompetensi standar (dimiliki sesudah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki sesudah menuntaskan satu topik/konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menuntaskan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan menyesuaikan diri dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. KBK dinilai lebih unggul daripada kurikulum 1994, kalau dilihat dari beberapa aspek berikut ini:
Beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:
1994 | KBK | |
Yang dikedepankan | Penguasaan materi | Hasil dan kompetenasi |
Paradigma pembelajaran | versi UNESCO: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be | |
Silabus | Silabus ditentukan secara seragam | Peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru. |
Jumlah jam pelajaran | 40 jam per minggu | 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran belum bissa dikurangi |
Metode pembelajaran | Keterampilan proses | Lahir metode pembelajaran PAKEM dan CTL |
Sistem penilaian | Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif | Penilaian memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan aksentuasi penilaian berbasis kelas |
KBK mempunyai empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil berguru (KHB), penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan berguru mengajar (KBM), dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS). KHB berisi perihal perencaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai secara keseluruhan semenjak lahir hingga usia 18 tahun. PBK yaitu melaksanakan penilaian secara seimbang di tiga ranah, dengan memakai instrumen tes dan non tes, yang berupa portofolio, produk, kinerja, dan pencil test. KBM diarahkan pada kegiatan aktif siswa dala membangun makna atau pemahaman, guru tidak bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai motivator yang sanggup membuat suasana yang memungkinkan siswa sanggup berguru secara penuh dan optimal. PKBS memuat banyak sekali pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumberdaya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Struktur kurikulum KBK yaitu sebagai berikut
No | Mata Pelajaran | Kelas | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | ||
Matapelajaran | 1. Pendidikan agama | Tematik | 3 | ||||
2. Pendidikan kewarganegaraan dan pengetahuan sosial | 5 | ||||||
3. Bahasa Indonesia | 5 | ||||||
4. Matematika | 5 | ||||||
5. IPA | 4 | ||||||
6. Kerajinan tangan dan kesenian | 4 | ||||||
7. Pendidikan jasmani | 4 | ||||||
pembiasaan | 8. Kegiatan yang mendorong/mendukung pembiasaan | 2 | |||||
Mulok | 9. Mata pelajaran/kegiatan | ||||||
Jumlah | 27 | 32 |
6. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Ktsp 2006)
Kurikulum 2006 atau KTSP tidak mengubah KBK, bahkan sebagai penegas KBK (Jalal, 2006). Dibandingkan kurikulum 1994, kurikulum KTSP lebih sederhana, lantaran ada pengurangan beban berguru sebanyak 20%, jam pelajaran yang dikurangi antara 100-200 jam per tahun, materi didik yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi, kurikulum ini lebih menekankan pada pengembangan kompetensi siswa dari pada apa yang harus dilakukan guru. Kurikulum 2006 yaitu penyempurnaan dari KBK yang telah diuji coba kelayakannya secara publik, melalui beberapa sekolah yang menjadi pilot project. Menurut Jalal (2006) KBK tidak resmi, hanya uji coba yang diterapkan di sekitar 3.000 sekolah se- Indonesia.
KTSP sendiri lahir sebagai respon dari UU No 20 tahun 2003 perihal sistem pendidikan nasional, terutama pasal 36 ayat 1 dan 2. KTSP bertujuan memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pertolongan kewenangan (otonomi) kepada forum pendidikan. Prinsip pengembangan KTSP adalah:
1. Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan penerima didik, dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Komponen dalam KTSP adalah:
1. Tujuan pada pendidikan dasar: meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, sopan santun mulia, serta keterampilan untuk hidup berdikari dan mengikuti pendidikan lanjut.
2. Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar
No | Mata Pelajaran | Kelas | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | ||
Matapelajaran | 1. Pendidikan agama | Tematik | 3 | ||||
2. Pendidikan kewarganegaraan | 2 | ||||||
3. Bahasa Indonesia | 5 | ||||||
4. Matematika | 5 | ||||||
5. IPA | 4 | ||||||
6. IPS | 3 | ||||||
7. Kerajinan tangan dan kesenian | 4 | ||||||
8. Pendidikan jasmani | 4 | ||||||
9. Seni budaya dan keterampilan | 4 | ||||||
Mulok | 2 | ||||||
Pengembangan diri | 2 | ||||||
Jumlah | 26 | 27 | 28 | 32 |
3. Kenaikan kelas dan kelulusan berdasarkan PP 19/2005 pasal 72 ayat 1, siswa dinyatakan lulus apabila: menuntaskan seluruh aktivitas pembelajaran, memperoleh nilai minimal, lulus ujian sekolah, dan lulus ujian nasional.
Pengembangan Silabus
Pada KTSP menuntut satuan pendidikan untuk membuatkan silabus. Silabus yaitu planning pembelajaran pada suatu atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang meliputi standar kompentensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan suber/alat/bahan belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Silabus dikembangkan dengan menekankan pada prinsip ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, konkret dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Berdasarkan unit waktu:
1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, pertahun, dan alokasi waktu untuk mata pelajaran lain yang sekelompok.
3. Implementasi per semester memakai penggalan silabus sesuai dengan standar kompetensi dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum.
Pengembangan silabus dilakukan oleh para guru secara mandiri, atau berkelompok dalam sebuah sekolah, atau beberapa sekolah, kelompok MGMP atau PKG, dan dinas pendidikan. Adapun langkah-langkah pengembangan silabus yaitu sebagai berikut:
1. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mirip yang ada pada standar isi
2. Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang potensi penerima didik, relevansi dengan karakteristik daerah, tingkat perkembangan, kebermanfaatan, struktur ilmu, dan lain-lain.
3. Mengemban kegiatan pembelajaran untuk menawarkan pengalaman berguru yang sesuai dengan pencapaian kompetensi. Kegiatan pembelajaran menekankan pada proses pengembangan mental dan fisik melalui interaksi antara semua yang terlibat, baik siswa, guru, lingkungan, dan sumber berguru lainnya.
4. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi sebagai penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan sikap yang sanggup diukur meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5. Penentuan jenis penilaian berdasarkan indikator baik dalam bentuk tes maupun non tes, tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap penilaian hasil karya, dan lain-lain.
6. Penentuan alokasi waktu pada setiap kompentensi dasar yang didasarkan pada jumlah ahad efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu.
7. Memanfaatkan sumber berguru sebagai referensi baik berupa cetak, elektronik, narasumber, lingkungan fisik, a;am, sosial, dan budaya.
Dari uraian di atas, contoh format silabus yaitu sebagai berikut:
SILABUS
NAMA SEKOLAH:
MATA PELAJARAN:
KELAS/SEMESTER:
STANDAR KOMPETENSI (LIHAT STANDAR ISI)
KOMPETENSI DASAR (LIHAT STANDAR ISI)
ALOKASI WAKTU:
Materi pokok pembelajaran | Kegiatan pembelajaran | Indikator | Penilaian | Alokasi waktu | Sumber Belajar |
Untuk memperjelas pemahaman perihal kurikulum, kita perlu mengetahui, apa toh yang dimaksud dengan kurikulum? Apa pula KTSP?
Kurikulum yaitu seperangkat planning dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan materi pelajaran serta cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah).
Komponen KTSP terdiri dari:
1. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
2. Struktur dan Muatan KTSP
3. Kalender Pendidikan
4. Silabus
5. RPP
Visi dan Misi, sudah ada dan dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Sedang Tujuan pendidikan dasar yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, sopan santun mulia, serta keterampilan untuk hidup berdikari dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Pengembangan KTSP didasarkan pada PP No.19 Tahun 2005 perihal SNP (Standar Nasional Pendidikan) pasal 17, yang menyebutkan bahwa : 1) Kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat, dan karakteristik penerima didik, 2) Sekolah dan komite sekolah/madrasah membuatkan kurikulum satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yg disusun oleh BSNP
Dengan demikian kurikulum yang biasanya sudah berupa ‘buku paket’ seragam yang dibuat oleh pemerintah pusat, tidak ada lagi. Yang ada yaitu Kurikulum SMP atau Sekolah Menengan Atas Anu. Masing-masing satuan pendidikan (sebut: sekolah), membuat kurikulum sendiri dan dilaksanakan sendiri. Pemerintah sentra hanya menawarkan pola operasional penyusunannya.
Acuan Operasional penyusunan KTSP yaitu sebagai berikut :
1. Peningkatan kepercayaan dan takwa serta sopan santun mulia
2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan penerima didik
3. Keragaman potensi dan karakter tempat dan lingkungan
4. Tuntutan pembangunan tempat dan nasional
5. Tuntutan dunia kerja
7. Kurikulum 2013
Secara falsafati, pendidikan yaitu proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan penerima didik menjadi insan yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.
Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, mirip beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad 21, UU Sisdiknas juga menawarkan kode yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan aktivitas pendidikan harus meliputi tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan yaitu insan seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang semoga sanggup menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.
Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan mempunyai kompetensi yang diharapkan untuk melanjutkan pendidikannya secara berdikari sehingga esensi tujuan pendidikan sanggup dicapai.
Perencanaan Pembelajaran
Dalam perjuangan membuat sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi menjadi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan penerima didik. Setiap jenjang dirancang mempunyai proses sesuai perkembangan dan kebutuhan penerima didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan sanggup diminimalkan.
Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.
Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus meliputi empat hal. Pertama, hasil simpulan pendidikan yang harus dicapai penerima didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh penerima didik (masukan/standar isi), dalam perjuangan membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai pecahan dari standar proses), supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri penerima didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat kalau ada yang memberikan bahwa pemerintah salah target dikala merencanakan perubahan kurikulum, lantaran yang perlu diperbaiki bergotong-royong metodologi pembelajaran bukan kurikulum. (Mohammad Abduhzen, “Urgensi Kurikulum 2013”, Kompas, 21/2 dan “Implementasi Pendidikan”, Kompas, 6/3). Hal ini memperlihatkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi termasuk meliputi metodologi pembelajaran.
Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai “memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif, dalam ranah konkret dan abstrak, sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu, sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan hasilnya diterima luas sebagai suatu taksonomi.
Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 mirip diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan Abad 21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, “Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan penilaian terhadap kurikulum sebelumnya.
Mengatakan tidak ada kasus dengan kurikulum dikala ini yaitu kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum dikala ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan hingga dengan kelas VIII SMP.
Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai dengan tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi matapelajaran dan tumpang tindih yang tidak diharapkan pada beberapa materi matapelajaran, kecepatan pembelajaran yang tidak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga penerima didik kurang dilatih bernalar dan berfikir.
Kompetensi Inti
Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan planning pendidikan yang panjang untuk pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi beberapa tahap sesuai dengan jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.
Sejalan dengan UU, kompetensi inti mirip anak tangga yang harus ditapak penerima didik untuk hingga pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia penerima didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.
Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi dasar sanggup dijamin, dan peningkatan kemampuan penerima dari kelas ke kelas sanggup direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, kompetensi inti juga mempunyai multidimensi. Untuk fasilitas operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk penerima didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk penerima didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibuat melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti.
Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal antarmata pelajaran.
Dengan pengertian ini, kompetensi inti yaitu bebas dari mata pelajaran lantaran tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi penerima didik, sedangkan mata pelajaran yaitu pasokan kompetensi dasar yang akan diserap penerima didik melalui proses pembelajaran yang tepat, menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 yaitu salah dengan alasan pada “Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa Indonesia, lantaran memang tidak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana yang dipertanyakan Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).
Dalam mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini sesuai dengan rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
Uraian kompetensi dasar sedetil ini yaitu untuk memastikan bahwa capaian pembelajaran tidak berhenti hingga pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap.
Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk penerima didik, lantaran kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihafalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut, ada pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya. Apabila konsep pembentukan kompetensi ini dipahami, sanggup mengurangi bahkan menghilangkan kegelisahan yang disampaikan L. Wiliardjo dalam “Yang Indah dan yang Absurd” (Kompas, 22/2)
Kedudukan Bahasa
Uraian rumusan kompetensi mirip itu masih belum cukup untuk sanggup digunakan, terutama dikala merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat dimana penerima didik mulai diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada dikala memulainya pun, penerima didik SD masih belum terlatih berfikir abstrak. Dalam kondisi mirip inilah, maka terlebih dahulu perlu dibuat suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya abstrak, kepada penerima didik yang masih mulai berguru berfikir abstrak.
Di sini kiprah bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada penerima didik.
Usaha membentuk saluran tepat (perfect channels dalam teknologi komunikasi) sanggup dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Dengan kata lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar, pemaduan ini akan sanggup dengan gampang direalisasikan.
Dengan cara ini pula, maka pembelajaran Bahasa Indonesia sanggup dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia dikala ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia kurang diminati oleh pendidik maupun penerima didik.
Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, penerima didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman penerima didik, terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu pengetahuan.
Kurikulum 2013 yaitu kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan lantaran desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Rumusannya berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan persepsi perihal bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini mengakibatkan munculnya banyak sekali kritik dari yang terbiasa memakai kurikulum berbasis materi. Untuk itu ada baiknya memahami lebih dahulu terhadap konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas, sebelum mengkritik.
Dan berikut ini yaitu beberapa hal yang gres yang terdapat pada kurikulum 2013 mendatang diantaranya sebagai berikut:
SD – MI (Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah)
- Kurikulum 2013 berbasis pada sains.
- Kurikulum 2013 untuk SD, bersifat tematik integratif.
- Kompetensi yang ingin dicapai yaitu kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.
- Proses pembelajaran menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis tes dan portofolio saling melengkapi.
- Mata pelajara (MAPEL) SD diantaranya:
· Pendidikan Agama
· PPKn
· Bahasa Indonesia
· Matematika
· IPA
· IPS
· Seni Budaya dan Prakarya (Muatan Lokal; Mulok)
· Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal;Mulok)
- Alokasi waktu per jam pelajaran SD 35 menit
- Banyak jam pelajaran per ahad Kelas I = 30 jam, kelas II= 32 jam, kelas III=34 jam, kelas IV, V,VI=36 jam
SMP – MTs (Sekolah Menengah Pertama – Madrasah Tsanawiyah)
a. Mata pelajaran SMP MTs kurikulum 2013 sebagai berikut:
· Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
· PPKn
· Bahasa Indonesia
· Matematika
· IPA
· IPS
· Bahasa Inggris
· Seni Budaya (Muatan Lokal)
· Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
· Prakarya (Muatan Lokal)
b. Alokasi waktu per jam pelajaran SMP = 40 menit
c. Banyak jam pelajaran per ahad 38 jam
SMA – MA (Sekolah Menengah Atas – Madrasah Aliyah)
a. Mata pelajaran Sekolah Menengan Atas – MA kurikulum 2013 sebagai berikut:
· Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
· PPKn
· Bahasa Indonesia
· Matematika
· Sejarah Indonesia
· Bahasa Inggris
· Seni Budaya (Muatan Lokal)
· Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
· Prakarya dan Kewirausahaan (Muatan Lokal)
· Alokasi waktu per jam pelajaran Sekolah Menengan Atas = 45 menit
· Banyak jam pelajaran per ahad Sekolah Menengan Atas = 39 jam
0 Response to "Sejarah Perkembangan Kurikulum Di Indonesia"
Post a Comment